Depresi Picu Beragam Keluhan Fisik
Depresi Picu Beragam Keluhan Fisik
Dari Pusing Sampai Sesak Napas
Jika dibiarkan, beragam keluhan fisik itu akan menggiring penderita depresi pada kondisi yang membahayakan.
Depresi adalah suatu gangguan serius yang diderita jutaan orang di seluruh dunia. Depresi bisa membuat Anda merasa bersalah tanpa alasan. Depresi pun bisa membuat Anda merasa tidak berguna, meski Anda telah melakukan apa saja yang menurut Anda adalah yang terbaik. Depresi juga bisa menyebabkan Anda tidak berminat terhadap hal-hal yang sebelumnya Anda sukai.
Tak hanya itu. Depresi juga bisa memunculkan berbagai keluhan fisik. Bahkan, ketika pertama kali datang ke dokter, penderita depresi umumnya datang dengan beragam keluhan fisik. Sebut saja misalnya merasa lelah, sulit tidur (insomnia), nyeri, mual, atau gejala fisik lainnya. Jarang sekali penderita depresi yang datang ke dokter lalu berkata,''Saya depresi,'' atau ''Ada yang tidak beres dengan mental saya.''
Hal itu pula yang pernah terjadi pada Murni (sebut saja demikian), ibu rumah tangga berusia 48 tahun. Murni memiliki dua orang anak, laki-laki dan perempuan, yang masih duduk di bangku kuliah. Sang suami berusia 52 tahun dan bekerja sebagai karyawan golongan menengah di sebuah BUMN. Murni bilang, hubungan ia dan suaminya cukup harmonis, begitu pun dengan kedua anaknya.
Namun sejak enam bulan terakhir, ia seringkali sulit tidur, atau kerap terbangun bila sedang tidur. Sering pula berdebar-debar dan keluar keringat dingin. Pada saat yang sama, Murni juga mudah tersinggung, sering uring-uringan, juga malas keluar rumah karena merasa dirinya tidak cantik lagi. Sejak enam bulan terakhir ini pula, siklus menstruasinya kacau. ''Saya juga sering mengalami sakit berlebihan pada perut bagian bawah ketika sedang haid. Padahal sebelumnya tidak begitu,'' katanya.
Dari keluhan yang ia rasakan, datanglah Murni ke dokter spesialis kandungan. Apa kata dokter? Dokter kandungan itu menyatakan, Murni mengalami sindroma perimenopause. Selesai? Ternyata belum. Dokter kandungan ini menyarankan Murni untuk berkonsultasi ke psikiater. Di sinilah, Murni didiagnosis menderita depresi pada perimenopause.
Begitulah, depresi memang memiliki keterkaitan yang sangat erat dan dapat menyebabkan timbulnya berbagai keluhan fisik. Keduanya saling berhubungan. Banyak keluhan fisik yang bersumber dari depresi, demikian pula sebaliknya. Penelitian lebih dari dua dekade terakhir menunjukkan, depresi dan penyakit jantung merupakan 'kawan' yang saling berkaitan. Lebih buruk lagi, depresi dapat menyebabkan penyakit jantung, demikian pula sebaliknya. Bukan rahasia lagi, depresi merupakan faktor risiko timbulnya penyakit jantung, selain tingginya kadar kolesterol dalam darah dan tekanan darah tinggi.
Apa itu Depresi?
Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Dalam pandangan dokter Danardi Sosrosumihardjo SpKJ(K), koordinator Pelayanan Masyarakat Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), depresi adalah fluktuasi emosi yang bersifat dinamik, mengikuti suasana perasaan internal ataupun eksternal individu tersebut.
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi. Beragam faktor itu ada yang berasal dari dalam diri sendiri seperti hormon, zat kimia di otak yang dikenal dengan neurotransmiter, faktor genetik, dan faktor lingkungan (tekanan kehidupan). Faktor-faktor itu bisa terjadi bersamaan, tetapi bisa juga sendiri-sendiri.
Banyak hal, menurut Danardi, yang bisa membuat seseorang merasa tertekan. ''Misalnya saja, putus cinta, pola asuh yang penuh dengan keharusan, terisolasi dari pergaulan sosial, perubahan hidup yang besar (semisal: semula kaya tiba-tiba menjadi miskin), atau kesulitan keuangan,'' kata psikiater kelahiran Yogyakarta pada 19 September 1951 ini. Depresi juga mudah menyerang orang-orang dengan tipe kepribadian tertentu seperti orang yang mudah khawatir, rendah diri, sensitif, pemalu, tidak asertif, dan perfeksionis.
Pada perempuan, faktor hormonal ikut mendorong terjadinya depresi. ''Coba perhatikan kaum wanita, setiap kali menjelang menstruasi biasanya mudah marah atau uring-uringan. Begitu juga setelah melahirkan, tak jarang wanita mengalami depresi pasca melahirkan,'' kata Danardi yang sejak 1997 menjabat sebagai kepala Divisi Psikiatri Adiksi Departemen Psikiatri FKUI. Akibat pengaruh hormonal ini pula, tak sedikit wanita yang mengalami depresi menjelang menopause, seperti dialami Murni.
Selain itu, kaum wanita di perkotaan, terutama yang berkarier di luar rumah, juga lebih rentan terserang depresi dibandingkan pria. Mengapa? ''Karena mereka (wanita) menanggung beban ganda. Mereka harus bekerja di luar rumah dengan tekanan yang tidak ringan, tapi pada saat yang sama mereka dituntut dapat mengurus rumah tangga dengan baik.'' Dari sisi genetik, depresi lebih mudah menyerang seseorang yang kedua orang tuanya juga menderita depresi.
Keluhan fisik memperburuk kondisi penderita
Seperti penyakit lainnya, depresi pun menunjukkan gejala-gejala pada penderitanya. Gejala depresi, seperti diterangkan dr Syailendra Wijaya Sajarwo SpKJ, spesialis kedokteran jiwa dari Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta, berupa: hilang minat dan menarik dari aktivitas sehari-hari, merasa sedih atau murung, rasa lelah, sulit tidur, nafsu makan hilang atau berlebihan, sulit konsentrasi, bahkan ingin mengakhiri hidup (bunuh diri). ''Penderita juga mudah tersinggung, mudah marah, muncul rasa bersalah, rasa tak berharga, dan pikiran-pikiran pesimistik,'' lanjut psikiater yang juga bertugas di Sanatorium Dharmawangsa, Jakarta ini.
Selain itu, sebanyak 50 persen hingga 69 persen penderita depresi juga merasakan gejala-gejala fisik. Keluhan-keluhan fisik itu sangat beragam seperti: sakit kepala, pusing, vertigo, mual, kembung, perut perih, diare, muntah, jantung berdebar, nyeri dada, berkeringat dingin, sesak napas, dan rasa seperti tercekik. ''Penderita juga bisa mengalami gangguan seksual, juga gangguan pada sistem syaraf otonom.''
Mungkin Anda bertanya, bagaimana depresi bisa menimbulkan keluhan-keluhan fisik itu? Mengenai hal ini, Danardi menjelaskan, depresi akan mengganggu keseimbangan hormon dalam tubuh kita. ''Hormon serotonin dan dopamin-nya akan terganggu,'' katanya. Pada orang yang depresi dan cemas, adrenalin juga meningkat. Ini akan meningkatkan tekanan darah dan suhu tubuh. Pada saat yang sama, seseorang yang didera depresi juga cenderung berperilaku buruk seperti makan tidak teratur, merokok, mengonsumsi alkohol dan zat berbahaya lainnya. Semua ini akan mendorong munculnya berbagai keluhan fisik yang telah disebutkan tadi.
Lebih lanjut Danardi menjelaskan, keluhan fisik akibat depresi sebenarnya bisa dibedakan dengan keluhan fisik yang diakibatkan penyakit fisik. Danardi kemudian mengambil contoh jika penderita mengeluh nyeri. Nyeri yang diakibatkan penyakit fisik, kata Danardi, biasanya terasa tajam, lokasi nyeri menetap dalam jangka waktu yang panjang. ''Lain halnya dengan nyeri karena depresi yang biasanya pindah-pindah, rasanya tidak bisa dijelaskan (terkadang seperti tertarik, kadangkala seperti tertusuk), tidak tajam, dan ada stresor yang mengawali keluhan ini.''
Timbulnya beragam keluhan fisik pada penderita depresi sudah barang pasti akan memperberat kondisi jiwanya. Gejala depresinya akan bertambah berat. Jika dibiarkan, ini akan menjadi lingkaran setan yang bisa menggiring penderita pada kondisi kronis dan berbahaya. hid
No comments:
Post a Comment