Showing posts with label Woman. Show all posts
Showing posts with label Woman. Show all posts

Thursday, January 04, 2007

Depresi Picu Beragam Keluhan Fisik

Depresi Picu Beragam Keluhan Fisik
Dari Pusing Sampai Sesak Napas
Jika dibiarkan, beragam keluhan fisik itu akan menggiring penderita depresi pada kondisi yang membahayakan.

Depresi adalah suatu gangguan serius yang diderita jutaan orang di seluruh dunia. Depresi bisa membuat Anda merasa bersalah tanpa alasan. Depresi pun bisa membuat Anda merasa tidak berguna, meski Anda telah melakukan apa saja yang menurut Anda adalah yang terbaik. Depresi juga bisa menyebabkan Anda tidak berminat terhadap hal-hal yang sebelumnya Anda sukai.

Tak hanya itu. Depresi juga bisa memunculkan berbagai keluhan fisik. Bahkan, ketika pertama kali datang ke dokter, penderita depresi umumnya datang dengan beragam keluhan fisik. Sebut saja misalnya merasa lelah, sulit tidur (insomnia), nyeri, mual, atau gejala fisik lainnya. Jarang sekali penderita depresi yang datang ke dokter lalu berkata,''Saya depresi,'' atau ''Ada yang tidak beres dengan mental saya.''

Hal itu pula yang pernah terjadi pada Murni (sebut saja demikian), ibu rumah tangga berusia 48 tahun. Murni memiliki dua orang anak, laki-laki dan perempuan, yang masih duduk di bangku kuliah. Sang suami berusia 52 tahun dan bekerja sebagai karyawan golongan menengah di sebuah BUMN. Murni bilang, hubungan ia dan suaminya cukup harmonis, begitu pun dengan kedua anaknya.

Namun sejak enam bulan terakhir, ia seringkali sulit tidur, atau kerap terbangun bila sedang tidur. Sering pula berdebar-debar dan keluar keringat dingin. Pada saat yang sama, Murni juga mudah tersinggung, sering uring-uringan, juga malas keluar rumah karena merasa dirinya tidak cantik lagi. Sejak enam bulan terakhir ini pula, siklus menstruasinya kacau. ''Saya juga sering mengalami sakit berlebihan pada perut bagian bawah ketika sedang haid. Padahal sebelumnya tidak begitu,'' katanya.
Dari keluhan yang ia rasakan, datanglah Murni ke dokter spesialis kandungan. Apa kata dokter? Dokter kandungan itu menyatakan, Murni mengalami sindroma perimenopause. Selesai? Ternyata belum. Dokter kandungan ini menyarankan Murni untuk berkonsultasi ke psikiater. Di sinilah, Murni didiagnosis menderita depresi pada perimenopause.

Begitulah, depresi memang memiliki keterkaitan yang sangat erat dan dapat menyebabkan timbulnya berbagai keluhan fisik. Keduanya saling berhubungan. Banyak keluhan fisik yang bersumber dari depresi, demikian pula sebaliknya. Penelitian lebih dari dua dekade terakhir menunjukkan, depresi dan penyakit jantung merupakan 'kawan' yang saling berkaitan. Lebih buruk lagi, depresi dapat menyebabkan penyakit jantung, demikian pula sebaliknya. Bukan rahasia lagi, depresi merupakan faktor risiko timbulnya penyakit jantung, selain tingginya kadar kolesterol dalam darah dan tekanan darah tinggi.

Apa itu Depresi?
Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Dalam pandangan dokter Danardi Sosrosumihardjo SpKJ(K), koordinator Pelayanan Masyarakat Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), depresi adalah fluktuasi emosi yang bersifat dinamik, mengikuti suasana perasaan internal ataupun eksternal individu tersebut.
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi. Beragam faktor itu ada yang berasal dari dalam diri sendiri seperti hormon, zat kimia di otak yang dikenal dengan neurotransmiter, faktor genetik, dan faktor lingkungan (tekanan kehidupan). Faktor-faktor itu bisa terjadi bersamaan, tetapi bisa juga sendiri-sendiri.
Banyak hal, menurut Danardi, yang bisa membuat seseorang merasa tertekan. ''Misalnya saja, putus cinta, pola asuh yang penuh dengan keharusan, terisolasi dari pergaulan sosial, perubahan hidup yang besar (semisal: semula kaya tiba-tiba menjadi miskin), atau kesulitan keuangan,'' kata psikiater kelahiran Yogyakarta pada 19 September 1951 ini. Depresi juga mudah menyerang orang-orang dengan tipe kepribadian tertentu seperti orang yang mudah khawatir, rendah diri, sensitif, pemalu, tidak asertif, dan perfeksionis.
Pada perempuan, faktor hormonal ikut mendorong terjadinya depresi. ''Coba perhatikan kaum wanita, setiap kali menjelang menstruasi biasanya mudah marah atau uring-uringan. Begitu juga setelah melahirkan, tak jarang wanita mengalami depresi pasca melahirkan,'' kata Danardi yang sejak 1997 menjabat sebagai kepala Divisi Psikiatri Adiksi Departemen Psikiatri FKUI. Akibat pengaruh hormonal ini pula, tak sedikit wanita yang mengalami depresi menjelang menopause, seperti dialami Murni.
Selain itu, kaum wanita di perkotaan, terutama yang berkarier di luar rumah, juga lebih rentan terserang depresi dibandingkan pria. Mengapa? ''Karena mereka (wanita) menanggung beban ganda. Mereka harus bekerja di luar rumah dengan tekanan yang tidak ringan, tapi pada saat yang sama mereka dituntut dapat mengurus rumah tangga dengan baik.'' Dari sisi genetik, depresi lebih mudah menyerang seseorang yang kedua orang tuanya juga menderita depresi.
Keluhan fisik memperburuk kondisi penderita
Seperti penyakit lainnya, depresi pun menunjukkan gejala-gejala pada penderitanya. Gejala depresi, seperti diterangkan dr Syailendra Wijaya Sajarwo SpKJ, spesialis kedokteran jiwa dari Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta, berupa: hilang minat dan menarik dari aktivitas sehari-hari, merasa sedih atau murung, rasa lelah, sulit tidur, nafsu makan hilang atau berlebihan, sulit konsentrasi, bahkan ingin mengakhiri hidup (bunuh diri). ''Penderita juga mudah tersinggung, mudah marah, muncul rasa bersalah, rasa tak berharga, dan pikiran-pikiran pesimistik,'' lanjut psikiater yang juga bertugas di Sanatorium Dharmawangsa, Jakarta ini.
Selain itu, sebanyak 50 persen hingga 69 persen penderita depresi juga merasakan gejala-gejala fisik. Keluhan-keluhan fisik itu sangat beragam seperti: sakit kepala, pusing, vertigo, mual, kembung, perut perih, diare, muntah, jantung berdebar, nyeri dada, berkeringat dingin, sesak napas, dan rasa seperti tercekik. ''Penderita juga bisa mengalami gangguan seksual, juga gangguan pada sistem syaraf otonom.''
Mungkin Anda bertanya, bagaimana depresi bisa menimbulkan keluhan-keluhan fisik itu? Mengenai hal ini, Danardi menjelaskan, depresi akan mengganggu keseimbangan hormon dalam tubuh kita. ''Hormon serotonin dan dopamin-nya akan terganggu,'' katanya. Pada orang yang depresi dan cemas, adrenalin juga meningkat. Ini akan meningkatkan tekanan darah dan suhu tubuh. Pada saat yang sama, seseorang yang didera depresi juga cenderung berperilaku buruk seperti makan tidak teratur, merokok, mengonsumsi alkohol dan zat berbahaya lainnya. Semua ini akan mendorong munculnya berbagai keluhan fisik yang telah disebutkan tadi.
Lebih lanjut Danardi menjelaskan, keluhan fisik akibat depresi sebenarnya bisa dibedakan dengan keluhan fisik yang diakibatkan penyakit fisik. Danardi kemudian mengambil contoh jika penderita mengeluh nyeri. Nyeri yang diakibatkan penyakit fisik, kata Danardi, biasanya terasa tajam, lokasi nyeri menetap dalam jangka waktu yang panjang. ''Lain halnya dengan nyeri karena depresi yang biasanya pindah-pindah, rasanya tidak bisa dijelaskan (terkadang seperti tertarik, kadangkala seperti tertusuk), tidak tajam, dan ada stresor yang mengawali keluhan ini.''
Timbulnya beragam keluhan fisik pada penderita depresi sudah barang pasti akan memperberat kondisi jiwanya. Gejala depresinya akan bertambah berat. Jika dibiarkan, ini akan menjadi lingkaran setan yang bisa menggiring penderita pada kondisi kronis dan berbahaya. hid
(this article was taken from www.republika.co.id)

Tuesday, November 21, 2006

"Bruxism": Gigi Gemeretuk Sewaktu Tidur

"Bruxism": Gigi Gemeretuk Sewaktu Tidur

Oleh: Dr. Handrawan Nadesul, Dokter Umum

Sebagaimana halnya dengan kasus tidur mengorok, bukan isapan jempol, di Australia ada seorang istri minta cerai gara-gara gigi suami suka "ribut" saban kali tidur.
Itu cerita dulu, ketika dokter bingung bagaimana menangani teeth grinding, gigi "kreot-kreot" sewaktu tidur.

Cerita yang sama dialami Bu Kar, 40 tahun. Dari sejak kawin, gigi suaminya "kreot-kreot". Saking kerasnya suara gigi baku beradu itu, tak jarang membangunkan Bu Kar. dari tidurnya. Ini bukan kejadian sekali-dua. "Masak harus pisah ranjang terus!" katanya. Bu Kar. bertanya kepada dokter bagaimana solusi punya kebiasaan mengganggu seperti itu. Adakah obat, cara, atau siasat lain, agar kebiasaan "teror" malam hari itu tidak sampai membangunkan tetangga seranjang, tetapi dokter angkat tangan.

Sukar dikontrol
Ya, sindroma sendi rahang (temporomandibular jaw syndrome) sering jadi masalah besar karena memang tidak mudah dikontrol, dengan cara apa pun.
Bukan hanya sampai pada masa kecil dan remaja kebiasaan merusak gigi sendiri itu akan selesai. Pada umurnya yang sudah hampir paruh baya, mulut suami Ibu Kar masih doyan berisik kalau lagi tidur.
Tidak ada obat penenang apa pun yang bisa mengerem kebiasaan yang berlangsung tanpa disadari. Si pengidap tidak sadar kalau tidurnya suka ribut sendiri begitu. Tetangga tidurnya yang tobat, tak cukup sekadar punya rasa cinta dan bertenggang rasa belaka.
Terganggu tidur tidak ada urusan dengan rasa kasih. Cinta atau tidak cinta, suara keras gigi beradu, tak segan mengganggu tidur orang yang paling mencintai sekalipun. Untuk itu nyaris "tiada maaf, Mas!"
Pernah beberapa kali Ibu Kar mencoba membebat rahang suaminya dengan kain. Namun tetap saja suaranya berisik, tali bisa disumbat dengan cara itu. Ibu Kar, masih tetap terganggu dari tidurnya. Konon, ia sudah kehilangan cara mencari terapi tepat dan ternyata tidak berhasil. Ia harus toleran dan menerima kenyataan bahwa tidur malamnya tidak akan bisa ayem terus.
Komplikasi Gigi-Geligi
Bukan cuma mengganggu tetangga tidur, gemeretuk tidur malam juga merusak gigi-geligi.
Permukaan enamel gigi akan aus, menipis, dan bisa jadi retak. Kekuatan gemeretuk gigi amat keras, sehingga suaranya terdengar memilukan, yang tak bisa diterima normal oleh telinga. Sungguh mengerikan, seakan gigi tergosok batu.
Gesekan gigi-geligi digoyang oleh gerakan rahang bawah, mirip kambing sedang memamah rumput. Rata-rata pengidap bruxism permukaan giginya tidak sempurna lagi. Lapisan bening mengkilap giginya sudah hilang, dan tampak kasar. Gigi yang sudah begini tentu lebih rentan keropos, selain menjadi goyang bila jaringan gusi sudah semakin longgar dengan bertambahnya usia.
Ibu Kar melihat kondisi seperti itu pada gigi suaminya, terutama gigi geraham, atas dan bawah. Sang suami menyadari betul kesengsaraan istri selama tidur bertetangga dengannya. Masalahnya, istri tak tega meninggalkan suami tidur sendiri.
Pernah diatur agar istrinya tidur lebih dulu supaya suara mengganggu itu tidak menghalangi proses jatuh tidurnya. Tetap saja, kendati sudah terlelap tidur, suara gaduh dari gigi-geligi lebih kuat dari kedalaman tidur istri, sementara sang suami yang giginya gaduh enjoy tidur saja.
Komplikasi bukan cuma pada gigi-geligi. Lama-kelamaan bisa juga muncul keluhan pada sendi rahang. Merasa ada rasa nyeri di pangkal rahang, misalnya, tanda bahwa sendi rahang sudah menderita saking kerasnya gerakan rahang sewaktu serangan gemeretuk itu datang dalam tidur.

Rasa nyeri di pangkal rahang juga bisa dirasakan di dalam telinga (bertetangga dengan sendi rahang). Pada beberapa kasus bahkan bisa membuatnya susah tidur (kalau pasangan tidur galak atau menjadi marah akibat bruxism). Pada yang lain mungkin sampai terjadi gangguan dalam makan. Itu semua yang menambah depresi penderita.
Mereka yang "berbakat" bruxism, serangan gemeretuk giginya menjadi-jadi bila siangnya menghadapi stres yang lebih dari biasanya. Pengalaman stres harian ikut menentukan derajat kekerasan gigi "kreot-kreot".
Tidur para pengidap bruxism umumnya kurang begitu tenang. Jika diamati, mereka kelihatan gelisah sepanjang tidurnya, tanpa ia sendiri menyadarinya. Sering membolak-balik badannya beberapa saat sekali dalam tidurnya, sembari terus mengeluarkan bunyi tak elok dari mulutnya. Bunyi yang tak mungkin bisa dilakukannya dalam keadaan sadar.
Perlu Protektor Gigi
Sekarang sudah banyak ragam alat pelindung gigi selama tidur. Karena memang belum ada obat yang tepat.
Yang dilakukan medis hanya memberi perlindungan agar komplikasinya tidak sampai cepat merusak gigi. Ada berbagai bentuk protektor gigi yang dipasang (mirip memakai gigi palsu) selama pengidap bruxism dalam masa tidur.
Dengan pemakaian protektor gigi, selain gigi pengidap tidak lekas rusak, suara yang muncul pun tentu tidak sekeras tanpa pelindung gigi. Oleh karena terbuat dari bahan lunak yang tidak mengganggu selaput lendir mulut, suara gesekan, kendatipun terjadi juga, tidak menimbulkan suara yang mengerikan lagi.
Di Jepang misalnya dibuat sebuah perangkat elektrik, yang diduga dapat menahan gerakan rahang yang tak terkontrol itu. Namun, belum jelas apa berhasil meredam bruxism secara total. Kendati belum menimbulkan keluhan gigi, pemeriksaan gigi geligi secara rutin perlu dilakukan pengidap bruxism, sebelum kerusakan gigi menjadi fatal dan tak bisa dikoreksi, telanjur terjadi. Akibat gesekan, sudah disebut, permukaan gigi semakin kehilangan lapisan keras gigi yang melindungi gigi dari ancaman zat kimiawi.
Bila pelindung ini semakin tipis dan bahkan sudah hilang, gigi mudah sekali aus, keropos, dan bolong.
Obat Penenang atau Terapi Jiwa
Di mana-mana para ahli bilang belum táhu apa penyebab seseorang sampai rajin gaduh begitu gigi-geliginya. Namun, faktor stres dituduh menjadi biang keladi.
Ada tipe kepribadian orang-orang tertentu yang rentan untuk mengidap gigi gemeretuk. Orang-orang penggugup, yang hidupnya tegang (tension), atau memiliki sikap kemarahan yang ringan munculnya, frustrasi, agresif, dan merasa dikejar waktu (serba tergopoh-gopoh), dan hidupnya kompetitif, cenderung jadi begitu.
Satu-satunya yang dapat dilakukan pihak medis adalah dengan memberikan obat penenang, antistres. Dengan cara demikian stres sebagai pemicu bruxism bisa diredam, dan diharapkan serangan gemeretuk gigi tidak muncul. Namun, apakah pengidap bruxism harus terus-menerus bergantung pada obat, di situ masalahnya. Sebagian dokter lebih menyarankan memakai protektor gigi, dan kadang-kadang saja memberi penenang, bila stres hariannya benar-benar lagi angot.
Sebagian pasien mungkin membutuhkan psikoterapi, terapi kejiwaan, atau mengubah perilaku (agresif, pemarah, sikap kompetitif), dengan behavior modification, misalnya. Selain itu dilakukan juga biofeedback, seperti salah satu cara terapi bagi orang yang ingin menghentikan kebiasaan merokok.
Memang tidak mudah mengatasi bruxism. Namun, saya kira, Ibu Kar. tidak bakal sampai menceraikan suami, sebagaimana keputusan seorang istri di Australia. Cinta Bu Kar. pada suaminya, konon kata para tetangga, sudah gula jawa serasa cokelat. @

Kesalahan Umum Saat Membeli Asuransi

Kesalahan Umum Saat Membeli Asuransi

Perencana keuangan keluarga dari Pavilion Capital, Aidil Akbar Madjid, mencermati ada empat kesalahan umum yang biasa dilakukan sebagian orang dalam membeli asuransi.

Kesalahan pertama, membeli perlindungan asuransi untuk anak yang masih kecil. Jika sebuah keluarga kehilangan anak yang masih kecil, akan menyebabkan kehilangan secara emosional, bukan finansial.
Anda harus ingat bahwa anak yang masih kecil belum bekerja dan mendatangkan penghasilan atau belum memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, membeli polis asuransi jiwa untuk anak kecil tidak bijaksana.
Sebaliknya, orangtua yang memiliki anak seharusnya membeli polis asuransi. Ini merupakan langkah proteksi agar jika terjadi sesuatu yang buruk pada orangtua, si anak yang ditinggalkan tak telantar.

Kesalahan kedua, mencantumkan anak di bawah umur sebagai ahli waris. Anak di bawah umur tidak dapat menerima warisan, walinyalah yang dapat menerima warisan tersebut. Warisan itu pun baru bisa diberikan kepada anak kelak jika si anak berusia 21 tahun atau telah menikah.
Cantumkanlah wali dari anak Anda yang akan membantu merawat anak Anda selain pasangan apabila Anda meninggal dunia. Jika Anda tidak yakin juga akan wali tersebut, buatlah surat wasiat di hadapan notaris.
Ibu rumah tangga

Kesalahan ketiga, tidak membeli asuransi untuk orang yang tidak bekerja. Sebagian orang berpendapat, seseorang yang tidak bekerja tak perlu membeli asuransi karena tidak memiliki penghasilan atau tak memiliki nilai ekonomis.
Akan tetapi, seorang ibu rumah tangga perlu juga memiliki perlindungan. Ibu rumah tangga memiliki banyak tugas, seperti memasak, mengantar anak ke sekolah, dan membereskan rumah. Bandingkan jika tidak ada ibu rumah tangga dan keluarga Anda harus membayar pengasuh anak, sopir, pembantu, dan tukang kebun, berapa biaya yang harus dikeluarkan? Biaya inilah yang menjadi dasar perhitungan perlindungan yang harus dimiliki ibu rumah tangga.

Kesalahan keempat, pembelian asuransi jiwa oleh orang yang tidak memiliki tanggungan. Jika Anda berstatus lajang, sudah bekerja, tidak memiliki tanggungan seperti keponakan, orangtua, atau orang lain yang bergantung secara finansial kepada Anda, berarti Anda tidak memerlukan asuransi jiwa.
Apalagi, jika Anda memiliki tabungan atau investasi, justru tidak perlu asuransi jiwa sama sekali. Jika Anda meninggal, yang diperlukan adalah biaya pemakaman dan uang untuk membayar utang-utang.
Sebaliknya, untuk orang dengan kriteria tersebut, yang diperlukan adalah asuransi cacat dan penyakit kritis. Jika suatu saat Anda sakit atau cacat permanen dan tidak dapat bekerja lagi untuk memenuhi kebutuhan, Anda dapat manfaat dari asuransi cacat dan penyakit kritis itu.
"Sebuah survei menyebutkan, kemungkinan seseorang cacat tujuh kali lebih besar dibandingkan dengan meninggal," katanya. (JOE)
(article taken from www.kompas.com)
Minggu, 12 November 2006

Google Translate

Adventist News Network

ReliefWeb: Latest Vacancies (in UN--United Nations)